Kamis, 17 November 2011

pemtan


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pemulia tanaman selalu berusaha untuk menemukan tanaman-tanaman bersifat unggul guna memenuhi tuntutan mutu dan produktivitas hasil pertanian. Pemuliaan tanaman merupakan suatu mode pemanfaatan keragaman genetik plasma nutfah secara sistematis untuk menghasilkan varietas baru yang lebih baik dari sebelumnya.Persilangan ditujukan untuk mendapatkan varietas baru dengan warna dan bentuk yang menarik, mahkota bunga kompak dan bertekstur tebal sehingga dapat tahan lama sebagai bunga potong, jumlah kuntum banyak dan tidak ada kuntum bunga yang gugur dini akibat kelainan genetis serta produksi bunga tinggi. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, sebaiknya dan seharusnya pedoman persilangan perlu dikuasai, antara lain :Persilangan sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah penyiraman. Kuntum bunga dipilih yang masih segar atau setelah membuka penuh.Sebagai induk betina dipilih yang mempunyai bunga yang kuat, tidak cepat layu atau gugur.
Varietas unggul baru dari tanaman menyerbuk sendiri biasanya merupakan hasil seleksi pada populasi keturunan hasil persilangan. Sebaliknya, pembentukan hibrida unggul pada tanaman menyerbuk silang harus diawali dengan menyerbuk sendiri secara buatan. Keberhasilan penyerbukan buatan sangat tergantung pada faktor internal (tanaman) dan faktor eksternal (cuaca). Faktor internal yang terpenting adalah saat masaknya kelamin. Penyerbukan buatan sebaiknya dilakukan pada saat serbuk sari (pollen) sudah masak tetapi belum mati dan putik siap untuk dibuahi (reseptif). Cuaca yang cerah dan tidak ada angin akan mendukung keberhasilan penyerbukan.
Hibridisasi (persilangan) adalah penyerbukan silang antara tetua yang berbeda susunan genetiknya. Pada tanaman menyerbuk sendiri hibridisasi merupakan langkah awal pada program pemuliaan setelah dilakukan pemilihan tetua. Umumnya program pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri dimulai dengan menyilangkan dua tetua homozigot yang berbeda genotipenya. Pada tanaman menyerbuk silang, hibridisasi biasanya digunakan untuk menguji potensi tetua atau pengujian ketegaran hibrida dalam rangka pembentukan varietas hibrida. Selain itu, hibridisasi juga dimaksugkan untuk memperluas keragaman.
Melalui penelitian perkawinan dengan dua pasang alel yang berbeda (dihibrid), Mendel menghasilkan rumusan bahwa pasangan-pasangan gen yang bersegregasi akan memisah dan mengelompok (bergabung) secara bebas padsa pembentukan gamet. Berdasarkan teori probabilitas munculnya suatu kombinasi gen pada suatu gamet merupakan kejadian yang muncul secar serempak, dan probabilitas munculnya suatu kombinasi gen dalam suatu gamet sama dengan hasil kali peluang-pelung gen tunggalnya.
Sebelum melakukan hibridisasi, untuk menghindari tanaman menyerbuk sendiri, terlebih dahulu dilakukan kastrasi. Kastrasi biasanya dilakukan dengan beberapa cara yaitu, clipping method, forcing method, sucking method, dan hot water treatment. Dengan hibridisasi diharapkan akan diperoleh varietas yang mempunyai perpaduan sifat kedua induknya, sehingga diharapkan akan dapat dihasilkan varietas unggul yang mempunyai produksi tinggi, tahan serangan hama dan penyakit, dan tahan kekeringan.
Tiga fase penting dalam kegiatan pemuliaan tanaman, yaitu: (1) menciptakan keragaman genotip dalam suatu populasi tanaman, (2) menyeleksi genotip yang mempunyai gen-gen pengendali karakter yang diinginkan, dan (3) melepas genotipe/kultivar terbaik untuk produksi tanaman (Frey, 1983). Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar proses seleksi efektif dan efisien, yaitu: keragaman genetik, keragaman fenotipik, heretabilitas, korelasi dan pengaruh dan karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil.


1.2 Tujuan
            1. Kastrasi       : untuk mencegah terjadinya penyerbukan sendiri (self fertilization).
            2. hibridisasi    :  untuk mengawinkan dua jenis tanaman yang mempunyai sifat-sifat berbeda dan hendak menyatukan dalam satu tanaman.


BAB 2. TINJKAUAN PUSTAKA
Pada awal tahun 1965, Bolton dan perhimpunannya mengamati bahwa fragment panjang dari DNA eukariotik dapat membentuk aggregate multimolekuler yang besar atau suatu jaringan kerja reasosiasi sebagian., dan mereka menyimpulkan bahwa sekuen berulangnya bertanggung-jawab untuk pasangan dasar dibawah kondisi mereka harus dihamburkan keseluruh genomnya (Rubenstein et al., 1980). 
Penyerbukan sendiri dan penyerbukan bersilang yang berlanjut dengan pembuahan akan menghasilkan komposisi genetic keturunan yang berbeda. Pada tanaman penyerbuk sendiri yang berlanjut dengan pembuahan secara terus-menerus, populasi generasi-generasi berikutnya cenderung mempunyai tingkat homozigot yang semakin besar, jadi populasi tanaman cenderung merupakan kumpulan suatu lini murni. Sedangkan pada tanaman penyerbuk silang dikenal adanya perkawinan acak. Perkawinan acak merupakan suatu perkawinan dimana setiap individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk kawin dengan individu lain dalam populasi tersebut (Hardjowigeno, 2003). 
Pada umumnya maksud dari penyerbukan silang adalah untuk memperoleh jenis-jenis tanaman batu yang memiliki sifat-sifat (Darjanto dan Satifah, 1982):
1. Tumbuhnya tanaman lebih cepat, dapat lekas menjadi besar dan lebih kuat.
2. Hasilnya dapat dipungut dalam waktu yang lebih pendek.
3. Produksinya setiap tahun tetap baik atau lebih tinggi.
4. Kualitas hasil yang diperoleh lebih baik.
5. Tanaman lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
6. Tanaman dapat tumbuh baik di berbagai daerah.
7. Bentuk dan warna bunga lebih menarik. 
Penyerbukan sendiri dan penyerbukan bersilang yang berlanjut dengan pembuahan akan menghasilkan komposisi genetic keturunan yang berbeda. Pada tanaman penyerbuk sendiri yang berlanjut dengan pembuahan secara terus-menerus, populasi generasi-generasi berikutnya cenderung mempunyai tingkat homozigot yang semakin besar, jadi populasi tanaman cenderung merupakan kumpulan suatu lini murni. Sedangkan pada tanaman penyerbuk silang dikenal adanya perkawinan acak. Perkawinan acak merupakan suatu perkawinan dimana setiap individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk kawin dengan individu lain dalam populasi tersebut (Hardjowigeno, 2003). 
Menurut Poespodarsono (1988), tepung sari yang diambil untuk mencegah terjadinya penyerbukan sendiri dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Cara mekanis.
2. Menggunakan panas/bahan kimia.
3. Sterilisasi tepung sari.
Sebagai konsekuensi dari system reproduksi ini dan sejarah evolusi mengenai hal ini sebelumnya, setiap populasi pada tipe ini dipercaya untuk memiliki struktur genetic yang terpadu yang setidak-tidaknya dapat dirtetapkan sebagian dalam hal frekuensi system gen. populasi seperti ini telah dikenal oleh Dobzhansky (1951) sebagai “Suatu komunitas seksual reproduktif dan organisme pembuahan silang yang terbagi kedalam suatu gen pool” (Allard, 1966).
Kastarasi adalah mengebiri bunga atas emaskulasi yaitu membuang benangsari yang masih muda atau belum masak dari sebuah bunga atau kuncup bunga dari induk betina. Pada umumnya kastrasi dilakukan satu atau dua hari sesaat bunga itu mekar. Sehubungan dengan itu maka pertumbuhan kuncup bunga perlu dipelajari atau diamati secara sesksama (Soetarso, 1991).
Serbuk sari adalah mahluk hidup, yang mempunyai umur terbatas dan kemudian mati. Mutu serbuk sari dapat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain
1. Kelembaban udara, pada kelembaban udara relatif yang tinggi serbuk sari tidak tahan disimpan lama. Penyimpanan serbuk sari di tempat lembab akan berakibat buruk, karena berpeluang berjangkit cendawan dan bakteri yang dapat menyebabkan serbuk sari lekas mati.
2. Umur serbuk sari, makin tua umur serbuk sari, makin lamban akan perkecambahannya dan tabung sari yang terbentuk akan lebih pendek. Selain itu persentase butir-butir serbuk sari yang hidup akan terus menurun sampai pada suatu saat tidak ada serbuk sari lagi yang dapat berkecambah.
3. Suhu udara, pada tempat yang udaranya kering dan pada suhu rendah, serbuk sari dapat disimpan sampai beberapa minggu dalam keadaan tertutup.
Anatomi tumbuhan atau fitoanatomi merupakan analogi dari anatomi manusia atau hewan. Walaupun secara prinsip kajian yang dilakukan adalah melihat keseluruhan fisik sebagai bagian-bagian yang secara fungsional berbeda, anatomi tumbuhan menggunakan pendekatan metode yang berbeda dari anatomi hewan. Organ tumbuhan terekspos dari luar, sehingga umumnya tidak perlu dilakukan "pembedahan".
Anatomi tumbuhan biasanya dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan hierarki dalam kehidupan:
    * Organologi, mempelajari struktur dan fungsi organ berdasarkan jaringan-jaringan penyusunnya;
    * Histologi, mempelajari struktur dan fungsi berbagai jaringan berdasarkan bentuk dan peran sel penyusunnya; dan
    * Sitologi, mempelajari struktur dan fungsi sel serta organel-organel di dalamnya, proses kehidupan dalam sel, serta hubungan antara satu sel dengan sel yang lainnya. Sitologi dikenal juga sebagai biologi sel.

aklimatisasi

I.     PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tanaman in vitro yang akan dipindahkan ke lapang perlu proses pengadaptasian untuk mendukung daya tahan bibit yang disebut aklimatisasi. Planlet tersebut membutuhkan kondisi lingkungan yang hampir sama dengan lingkungan tumbuh sebelumnya yang telah tersedia hara lengkap dan berkelembaban udara optimal.
Perubahan lingkungan heterotrof (in vitro) menjadi autotrof (lapang) menyebabkan bibit harus mendapatkan karbohidrat melalui fotosintesis. Media yang cocok pada aklimatisasi akan mengurangi cekaman berat pada bibit saat dipindahkan ke lapang. Masa aklimatisasi ini memerlukan media beraerasi dan draenasi baik serta kelembaban yang cukup, bebas organisme pengganggu dan bahan berbahaya, cukup hara mineral dan memiliki bobot yang ringan.
Cocopeat merupakan serabut kelapa yang sudah disterilisasi. Cocopeat bersifat menyimpan air. Penggunaan cocopeat dapat menghemat air karena penyiraman dapat dilakukan lebih jarang. Penyiraman dilakukan setelah media kering. Sphagnum moss merupakan media yang berbahan lumut. Sphagnum moss merupakan media yang sudah steril sehingga tidak perlu disterilisasi lagi. selain itu, media ini bersifat menyimpan air.
Media pakis paling banyak digunakan oleh penggemar anggrek. Beberapa keunggulan pakis menjadikan pakis banyak digunakan. Pakis secara alami di alam merupakan tempat menempelnya anggrek, selain berpori, pakis juga menyimpan nutrisi walaupun tetap perlu pupuk untuk memenuhi kebutuhan anggrek. Sayangnya pakis mudah dihinggapi cendawan sehingga sejak awal perlu penanganan yang lebih hati-hati bila menggunakan pakis. Selain itu, media pakis mulai jarang ditemui dan keberadaannya di alam perlu dilindungi. Oleh karena itu, sebaiknya gunakan media selain pakis untuk memelihara anggrek.
            Bibit anggrek yang dikembangkan menggunakan metode kultur jaringan telah banyak diproduksi dan dipasarkan dalam kemasan botol. Pemeliharaan bibit ini menjadi tanaman dewasa masih menemukan banyak permasalahan terutama pada fase aklimatisasi, yaitu pemindahan bibit dari lingkungan aseptik dalam botol ke lingkungan non aseptik. Disamping kemungkinan tanaman sangat sensitif terhadap serangan hama dan penyakit, tanaman ini masih memiliki aktifitas autotrofik yang masih rendah, sulit mensintesa senyawa organik dari unsur hara anorganik. Tulisan ini menguraikan beberapa masalah fisiologis yang perlu mendapat perhatian dalam usaha meningkatkan baik aktivitas autotrofik maupun viabilitas bibit anggrek botol.

1.2    Tujuan
Mempelajari teknik aklimatisasi tanaman anggrek yang benar sehingga tanaman dapat beradptasi dengan cepat terhadap lingkungan tumbuh yang sangat berbeda dari sebelumnya.


II.  TINJAUAN PUSTAKA

Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah pada kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi, disamping itu tanaman juga harus mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrop ke tanama autotrop.
Dalam melakukan aklimatisasi pengelompokan plantlet hasil seleksi. Plantlet dikelompokan berdasarkan ukurannya untuk memperoleh bibit yang seragam. Sebelum ditanam plantlet sebaiknya diseleksi dulu berdasarkan kelengkapan organ, warna, hekeran pertumbuhan, dan ukuran. Plantlet yang baik adalah yang organnya lengkap, mempunyai pucuk dan akar, warna pucuknya hijau mantap artinya tidak tembus pandang dan pertumbuhan akar bagus.
Menurut Trubus (2005) ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada yang menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun dan akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil telah mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar serabut 3 – 4 akar dengan panjang 1,5 – 2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol (Herawan, 2006).
Di dalam botol kultur, kelembapan hampir selalu 100%. Aklimatisasi merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangat jauh berbeda. Kondisi di luar botol berkelembapan nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi di dalam botol.planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping itu, tanaman tersebut memperlihhatkan gejala ketidaknormalan, seperti bersifat sangat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vasikulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagaimana mestinya, struktur mesofil berubah, dan aktivitas fotosintesis sangat rendah. Aklimatisasi dilakukan dengan mengkondisikan planlet dalam media pengakaran ex vitro. Media yang kita gunakan dalam proses aklimatisasi pada anggrek  adalah pakis dan arang kayu / genting. Selain itu juga kelembapan tempat aklimatisasi di atur tetap tinggi pada minggu pertama, menurun bertahap pada minggu–minggu berikutnya hingga tumbuh akar baru dari planlet. Cahaya diatur dari intensitas rendah, meningkat secara bertahap. Sebaiknya suhu tempat  aklimatisasi dijaga agar tidak melebihi 32oC.
Setelah proses aklimatisasi anggrek diperlakukan sebagai berikut:
a.    Compotting
Ukuran pot yang digunakan untuk kompot berdiameter sekitar 7 cm pada pot ini diisi bibit sekitar 30 bibit anggrek atau tergantung ukuran bibitnya. Pertama-tama pot yang akan digunakan diisi dengan sterofoam sekitar 1/3 bagian, kemudian pakis cacah lalu bibit anggrek ditata dengan rapi.
b.    Seedling (Penanaman ke Single Pot)
Seedling adalah proses memindahkan bibit dari kompot ke pot individu. Seedling dilakukan pada saat bibit berusia 5 bulan. Apabila tanaman terlambat diseedling dapat mengakibatkan bibit dalam kompot kompetisi sehingga penyerapan hara terhalang dan akar beresiko menjadi rusak.  Biasanya seedling dilakukan diletakkan di dalam gelas bekas air mineral. Media yang digunakan untuk setiap anggrek berbeda-beda tergantung pada kebutuhan airnya. Media untuk Dendrobium adalah sphagnum yang dibalutkan pada akar tanaman, kemudian tanaman ditanam dalam gelas plastic yang telah diisi sterofoam dan pakis cacah. Biasanya juga ditanam pada media pakis batangan yang kemudian diikat menggunakan tali raffia. Ciri-ciri dari bibit yang siap di seedling yaitu ditandai dengan perakaran yang tumbuh lebih kuat dan daun daun tampak sudah keluar dari bibir pot.
c.    Overpot (Pemindahan Bibit)
Overpot dilakukan ketika tanaman dalam single pot memenuhi syarat untuk dipindahkan, yaitu ditandai denga banyaknya umbi. Tanamn dipindahkan ke pot yang lebih besar. Biasanya dilakukan setelah seedling berumur 2-3 bulan. Media yang digunakan adalah potongan pakis batangan yang disusun secara teratur atau satu per satu dan diikat denga tali raffia.
d.   Repotting
Repotting atau pengepotan ulang adalah pemindahan tanaman tanaman dari pot yang lama ke pot yang baru. Repotting dilakukan jika anggrek pada pot seedling telah tumbuh besar dan memenuhi popt plastik. Pengepotan ulang dilakukan dengan alasan media dalam pot seedling telah lapuk dan hancur sehingga ph menjadi rendah (asam) dan rentan terhadap serangan penyakit (Parnata, 2005). Selain itu juga untuk mengantisipasi media yang telah kehabisan unsur hara. Media untuk repotting juga berbeda untuk setiap jenis anggrek tergantung kebutuhan airnya.